Efikasi Vaksin Sinovac Rendah, Perlukah Suntikan Dosis Ketiga?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Efikasi vaksin Sinovac terus menjadi perhatian masyarakat. Vaksin asal China ini disebut mempunyai nilai yang rendah. Bahkan sebelumnya terdapat negara yang tidak mengakui vaksin Sinovac karena nilai efikasinya yang terlalu kecil. Alhasil belum lama ini China selaku negara asal vaksin Sinovac berencana untuk melakukan suntikan dosis ketiga. Namun apakah vaksinasi berkali-kali aman dilakukan?
Menjawab hal tersebut Influencer Kesehatan sekaligus Dokter Relawan Covid-19, dr. Muhamad Fajri Adda’i menjelaskan bahwa data masih dibutuhkan untuk menjawab hal tersebut. Sebab saat ini terdapat penelitian terkait hal tersebut yang harus dikaji kembali.
“Ini butuh data, sebab ada penelitian yang mengatakan survivor yang sembuh dari Covid-19 ditanya telah disuntik berapa kali. Ternyata disuntikan sekali sama dua kali, kadar antibodi dan sel kekebalan tidak jauh beda. Justru efek sampingnya lebih banyak jika disuntikan dua kali. Contohnya pada survivor,” kata dr. Fajri, saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Rabu (2/6/2021).
Baca Juga : 5.146 Lansia dan Penyandang Disabilitas di Tangsel Disuntik Vaksin Sinovac
Dokter Fajri menyebut bahwa publikasi terbaru dari Nature, telah membandingkan kadar antibodi yang dihasilkan dari beberapa vaksin. Dari hasil penelitian tersebut Sinovac memang dinyatakan sebagai vaksin dengan efikasi yang paling rendah dibandingkan dengan Moderna, Pfizer, AstraZeneca.
Leboh mengejutkannya lagi, kadar antibodi yang dihasilkan vaksin Sinovac justru lebih rendah daripada orang-orang yang sudah sembuh dari Covid-19 (Penyintas Covid-19).
“Tapi apapun itu, kita tidak punya data butuh berapa kali booster. Kalau memang butuh di booster, berapa lama butuhnya? Jedanya? Tidak ada yang tahu. Jadi masih membutuhkan banyak pembuktian,” tambah dr. Fajri.
Terlepas dari itu, dr. Fajri mengatakan bahwa hal yang terpenting saat ini adalah cakupan vaksinasi. Menurutnya pemerintah harus melihat negara-negara yang berhasil dalam hal vaksinasi, tapi ada pula negara yang salah seperti India dan Cile, sebab euforia vaksinnya terlalu tinggi.
Baca Juga : Vaksin Sinovac Diakui WHO Jadi Harapan Jamaah Haji RI Terbang ke Tanah Suci
“Jadi kita butuh 70 persen populasi yang divaksin. Itu membutuhkan proses. Itulah sebabnya mengapa protokol 3M masih sangat dibutuhkan agar kekebalan kelompok terbentuk yang kita tidak tahu kapan bisa terjadi,” tuntasnya.
Menjawab hal tersebut Influencer Kesehatan sekaligus Dokter Relawan Covid-19, dr. Muhamad Fajri Adda’i menjelaskan bahwa data masih dibutuhkan untuk menjawab hal tersebut. Sebab saat ini terdapat penelitian terkait hal tersebut yang harus dikaji kembali.
“Ini butuh data, sebab ada penelitian yang mengatakan survivor yang sembuh dari Covid-19 ditanya telah disuntik berapa kali. Ternyata disuntikan sekali sama dua kali, kadar antibodi dan sel kekebalan tidak jauh beda. Justru efek sampingnya lebih banyak jika disuntikan dua kali. Contohnya pada survivor,” kata dr. Fajri, saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Rabu (2/6/2021).
Baca Juga : 5.146 Lansia dan Penyandang Disabilitas di Tangsel Disuntik Vaksin Sinovac
Dokter Fajri menyebut bahwa publikasi terbaru dari Nature, telah membandingkan kadar antibodi yang dihasilkan dari beberapa vaksin. Dari hasil penelitian tersebut Sinovac memang dinyatakan sebagai vaksin dengan efikasi yang paling rendah dibandingkan dengan Moderna, Pfizer, AstraZeneca.
Leboh mengejutkannya lagi, kadar antibodi yang dihasilkan vaksin Sinovac justru lebih rendah daripada orang-orang yang sudah sembuh dari Covid-19 (Penyintas Covid-19).
“Tapi apapun itu, kita tidak punya data butuh berapa kali booster. Kalau memang butuh di booster, berapa lama butuhnya? Jedanya? Tidak ada yang tahu. Jadi masih membutuhkan banyak pembuktian,” tambah dr. Fajri.
Terlepas dari itu, dr. Fajri mengatakan bahwa hal yang terpenting saat ini adalah cakupan vaksinasi. Menurutnya pemerintah harus melihat negara-negara yang berhasil dalam hal vaksinasi, tapi ada pula negara yang salah seperti India dan Cile, sebab euforia vaksinnya terlalu tinggi.
Baca Juga : Vaksin Sinovac Diakui WHO Jadi Harapan Jamaah Haji RI Terbang ke Tanah Suci
“Jadi kita butuh 70 persen populasi yang divaksin. Itu membutuhkan proses. Itulah sebabnya mengapa protokol 3M masih sangat dibutuhkan agar kekebalan kelompok terbentuk yang kita tidak tahu kapan bisa terjadi,” tuntasnya.
(wur)